Senin, 31 Desember 2012

Asal - Usul Bahasa Indonesia

  • Sejarah Awal Mula Bahasa Indonesia

Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.

Memang ada sisi baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai “jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi buruknya, terutama bahwa ‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua. Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.

Apabila menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia, selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu, wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya hanya bayang-bayang penjara besar – Boven Digul, di tengah sebagian besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)

 Ini berarti bangsa Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut, kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi di Papua, apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan Papua berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru bangsa Papua belum ‘mengenal’ NKRI.
  
Dari tiga fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah pada tahun 1963 ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora, dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969 bahasa Indonesia mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.

  •  Bahasa Indonesia   
]Aadalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata “Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti “India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India

 Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.

  •  Secara sejarah,
 Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.

Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
  
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).

 Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:

Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.

 Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.

Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.

 Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

 Begitulah Awal Mula Bahasa Indonesia yang dapat awalmula.com rangkum dari berbagai sumber, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita seputar sejarah asal usul bahasa Indonesia.



 


Jumat, 07 Desember 2012

Dampak Buruk Susu Formula Terhadap Bayi

 
 
Pelarangan iklan susu formula bagi bayi di bawah usia satu tahun bukan tanpa alasan. Rendahnya pemberian ASI bagi bayi dan tingginya risiko yang ditimbulkan oleh susu formula adalah dua di antara banyaknya alasan yang bisa disebut. Selain, tentunya, iklan itu melanggar kode etik pemasaran susu formula. 

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih membuat aturan pelarangan iklan susu formula untuk anak usia di bawah satu tahun di berbagai media baik cetak, elektronik, maupun media luar ruang. Aturan lain yang juga ditetapkan adalah melarang rumah sakit, tempat bersalin, ataupun klinik kesehatan yang bekerja sama dengan produsen susu formula.
 
Aturan ini tentunya sangat disambut positif, terutama oleh kalangan praktisi kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat yang sering menjumpai berbagai pelanggaran kode etik susu formula. Di antara mereka ada dr Dien Sanyoto Besar, SpA, IBCLC.
 
Ia sering melihat, papan nama di boks bayi di rumah sakit atau klinik bersalin menjadi papan iklan susu formula. Di beberapa rumah sakit dan klinik bersalin memang tak jarang terlihat, bayi yang baru lahir diberi susu formula menggunakan botol.
 
Belum lagi ketika bayi pulang dari rumah sakit, orangtua dibekali bingkisan berisi susu formula untuk bayinya. “Lalu ASI-nya di mana? Menurut saya, ini tindakan yang kejam karena hak bayi tidak dipenuhi dan bayi sudah diperebutkan oleh susu formula,” kata dr Dien.
 
 Akibatkan pemberian ASI turun
 
 Sebetulnya, banyak negara sudah menerapkan secara ketat bahwa fasilitas kesehatan tidak boleh digunakan sebagai tempat untuk promosi susu formula. Produk untuk bayi itu juga tidak diperkenankan untuk diiklankan menggunakan media apa pun. Rumah sakit bahkan tidak dibenarkan mendapatkan susu formula dengan potongan harga, apalagi diberikan secara gratis.
 
 Praktik-praktik promosi seperti ini, tanpa disadari, akan berpengaruh terhadap pemberian ASI. Sebuah studi yang mengamati hubungan antara iklan di majalah pengasuhan dan ASI antara tahun 1972 dan 2000 menemukan bahwa ketika frekuensi iklan untuk susu tambahan meningkat, persentase pemberian ASI menurun.
 
 Adapun studi yang dilakukan oleh US Congressional Accountability Office tahun 2006 menunjukkan bahwa pemberian ASI pada mayoritas ibu yang menerima sampel susu formula gratis di rumah sakit ternyata lebih rendah. Itu sebabnya, promosi susu formula tidak diperbolehkan mengingat efeknya yang dapat memengaruhi pemberian ASI.
 
 Praktik seperti ini juga tidak sesuai dengan kode etik pemasaran susu formula yang diterapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 1981.
 
 Tekad menteri kesehatan
 
“Kode etik pemasaran diperlukan karena pemberian ASI belum optimal. Diperkirakan, hal itu masih menyumbang kematian sekitar 1,4 juta anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya,” ungkap David Clark, legal officer dari UNICEF.
 
Pemberian ASI juga belum optimal di Indonesia. Hal ini pula yang membuat Menkes mengambil langkah serius dalam hal pelarangan susu formula untuk anak usia di bawah setahun.
 
  Larangan ini akan diterapkan pada tahun 2011. Saat ini, rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pelarangan itu sedang digodok oleh Kementerian Kesehatan. RPP ini, diutarakan Menkes sebagaimana dikutip Sehatnews.com, sudah mendapat persetujuan dan presiden untuk dilanjutkan. Diharapkan, RPP itu pada tahun depan sudah menjadi peraturan pemerintah (PP).
 
 PP ASI sebagai amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan akan mengatur tentang pemberian ASI eksklusif bagi bayi, pembatasan susu formula, termasuk pembatasan pengiklanan produk, dan pembentukan ruangan menyusui di perusahaan.
 
 Untuk pembatasan susu formula, Menkes menyebutkan bahwa petugas kesehatan dilarang bekerja sama dengan perusahaan yang memproduksi susu formula. Di PP itu akan diatur bahwa susu formula bagi anak berusia di bawah setahun tidak boleh diiklankan.
 
 Salah satu dokter anak penggiat ASI, dr Utami Roesli, SpA(K), IBCLC, mendukung rencana pemerintah tersebut. “Semua yang menggantikan tempat ASI untuk bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun tidak boleh diiklankan, termasuk susu formula. Susu formula itu bukan makanan pendamping ASI,” kata dr Utami dalam suatu kesempatan.
 
 ASI makanan utama 
 
Menurut dr Utami, makanan bagi bayi, terutama pada 6 bulan pertama, adalah air susu ibu (ASI). Tidak ada yang bisa menggantikan kualitas nutrisi ASI bagi bayi, semahal apa pun susu formula.
 
ASI unik karena setiap ibu akan menghasilkan ASI yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan bayinya. ASI hari ini belum tentu sama dengan ASI esok hari. ASI untuk bayi prematur tidak akan sama dengan bayi lahir cukup bulan.
 
Hal ini yang tidak mungkin diperoleh dari susu formula. Dari hari ke hari, komposisi susu formula tetap seperti itu, tidak ada yang berubah.
 
Sayangnya, para ibu lupa akan kondisi ini sehingga tak sedikit yang kemudian menggantungkan susu formula bagi bayinya. Akibatnya, pemberian ASI eksklusif bagi bayi pun melorot.
Disebutkan oleh dr Dien, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 menunjukkan bahwa bayi-bayi yang mendapat ASI secara eksklusif masih sekitar 42 persen. Namun, tahun 2003, jumlah itu turun menjadi 39 persen. Di satu pihak, penggunaan susu botol mengalami kenaikan tiga kali lipat dan 10 persen menjadi 30 persen.

 Hasil pengamatan yang dilakukan dr Dien di delapan provinsi di wilayah Indonesia, bekerja sama dengan badan internasional pada tahun 2003-2005, menunjukkan bahwa hampir semua rumah sakit yang dikunjungi memberikan susu botol pada hari pertama ketika bayi lahir.

 Kalau hal ini terus terjadi, risiko bayi mengalami sakit pasti bertambah. Pasalnya, susu formula tidak sesteril yang diperkirakan. “Susu bubuk formula bukanlah merupakan produk steril. Susu tersebut bisa terkontaminasi saat di pabrik,” imbuh David.

 Belum lagi dengan sisi kehigienisan perlengkapan, seperti botol, dot, dan akses ke air bersih yang dibutuhkan untuk membuat susu formula. Dengan kata lain, kemungkinan bayi mengalami sakit menjadi lebih besar ketimbang diberikan ASI.

Berdasarkan pengalaman ibu bernama Rika, misalnya, hal tersebut bisa dilihat. Wanita karier ini memiliki dua anak yang hanya mendapat ASI selama dua bulan. Ia beralasan bahwa, “ASI saya tidak cukup, dan saya harus bekerja.” Mereka pun diberi susu formula hingga usia dua tahun.

“Susu formula yang saya berikan sudah dilengkapi dengan berbagai zat gizi. Jadi, saya pikir tidak masalah,” pikir karyawati perusahaan minyak ini.

Yang kemudian membuat Rika heran, anaknya kerap sakit, entah itu batuk atau pilek. Dalam setahun, ia bisa bolak-balik ke dokter anak karena daya tahan tubuh mereka rendah.

Masalah seperti inilah yang sering digarisbawahi oleh banyak ahli. Anak-anak yang diberi susu formula lebih rentan terkena infeksi atau jatuh sakit dibandingkan dengan anak yang diberi ASI.
 
Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI bagi bayi Anda. Lagi pula, lanjut dr Dien, “Sebanyak 99 persen ibu bisa menyusui. Jadi, PD saja deh,” ujarnya. 
 
 
 
Sumber : babyorchestra.wordpress.com
Sumber gamber : google.com

 
 

Selamatkan Bumi!

 

Selamatkan bumi kita! 
Bumi adalah tempat tinggal kita, kalau bumi ini rusak, apakah kita akan merasa nyaman tinggal di sini? Tentu tidak! Polusi udara dimana-mana, sampah bergelimpangan, pohon-pohon di tebang seenaknya, pencemaran air, dan masih banyak lagi..

Sudah banyak upaya yang dilakukan, namun tidak sedikit  juga manusia yang tidak mempedulikan ancaman terhadap rusaknya bumi ini. Bumi ini adalah sebuah titipan yang diberikan untuk para manusia.. Kalau titipan pasti harus dijagakan?

Mungkin masih banyak orang yang ada di dunia ini yang belum mengetahui tentang ancaman bagi dunia ini. Sudah banyak poster-poster, spanduk, halaman-halaman majalah dan koran, pidato, komunitas, dan sebagainya namun tetap saja masih banyak orang yang belum sadar akan ancaman itu. Kalau kita cari di internet sudah banyak gambar dan berita yang akan kita temui tentang hal tersebut.

Ada banyak yang bisa kita lakukan untuk membantu menyelamatkan bumi ini, di antaranya adalah :
  
1. Hemat Energi Listrik

Gunakan lampu dengan kapasitas yang tepat, Jangan malas matikan lampu, kurangi penggunaan alat elektronik, matikan alat elektronik secara manual, cabut alat pengisi baterai, dan optimalkan cahaya matahari. Selain supaya biaya listriknya murah, kita juga bisa berhemat energi. Pilih juga perangkat elektronik dan lampu yang hemat energi!

2. Daur ulanglah sampah-sampah yang bisa di daur ulang

Sampah daur ulang masih punya nilai ekonomis lho! Be Creative people!!!

 3. Hemat BBM

Nah, ini sih berarti naik angkutan umum berarti lebih nikmat daripada kendaraan pribadi. Atau bisa juga dengan beralih ke sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan!

4. Menghemat penggunaan air

Contoh sederhananya biasakan menggosok gigi dengan menggunakan gelas, bukan menyalakan keran terus-menerus. Jangan sia-siakan air bersih!
  
5. Hindari plastik

Kalau perlu, bawalah tas kain ketika berbelanja. Sebisa mungkin hindari menggunakan barang/produk dengan kemasan kecil (sachet) karena akan menambah jumlah sampah. Bawa tempat makan ketika membeli makanan di luar rumah. Hindari kemasan minum sekali pakai.

 7. Belanja di pasar tradisional

Selain masih segar- segar, juga jarang memakai pembungkus makanan yang utamanya dari plastik.

 8. Bijak menggunakan kertas dan tissue

Kertas dan tissue dibuat dari kayu. Makin banyak dipakai berarti makin banyak pohon yang ditebang. Gunakan lap dari kain ketimbang tisu, biasakan minta dokumen dalam bentuk digital, Manfaatkan situs berita online, Baca dokumen secara online, dan pilih e book.
  
9. Back to nature!

Jangan memakai bahan kimia karena berbahaya bagi kesehatan. Batasi pemakaian detergent, Karena mengandung bahan kimia yang mengakibatkan pencemaran air. Cari produk alami sebagai pengganti detergent misalnya baking soda atau lemon.

 10. Ayo tanam pohon dan berkebun!

Banyak penelitian menunjukkan bahwa menanam pohon juga dapat menghilangkan rasa stress. Silahkan coba dan buktikan.

 11. Piknik ke alam terbuka

Kegiatan ini dapat menimbulkan kecintaan terhadap lingkungan. Ingat juga ya.. jika ingin membeli souvenir, pilihlah souvenir yang ramah lingkungan.

 12. Bawa makanan dari rumah

Selain irit dan lebih higienis, berarti kita juga dapat mengurangi jumlah plastik dan kertas pembungkus makanan.

 13. Gunakan produk lokal yang ramah lingkungan

Pilihlah produk yang beremisi rendah dan hemat energi.

     14. Beralih ke produk organik 

Selain bebas pestisida dan lebih sehat, kita juga telah membantu memperbaiki ekologi tanah
  
     15. Kurangi bicara, gunakan SMS 

Bicara menggunakan ponsel membutuhkan banyak energi baterai, energi tersebut terpakai untuk mengaktifkan mikrofon yang menghasilkan suara dan nada. Tidak apa -apa sedikit pegal-pegal yang penting go green dan hemat energi! lebih irit pulsa jugakan^^

     16. Matikan ponsel saat tidak digunakan dan hentikan kebiasaan berganti ponsel

Nah, siapa nih yang suka ganti-ganti hp? belum 2 bulan udah mau ganti hp aja.. Mending di tabung uangnya buat hal yang lebih berguna. So, selain membantu menyelamatkan bumi ini, kita juga bisa mengirit uang dan belajar untuk lebih bersyukur! 

 Mulailah dari diri sendiri. Kalau kita sudah sadar, ajaklah orang lain untuk berbuat hal yang sama. Taburlah cinta kepada lingkungan kita, maka bumipun akan menyayangi kita! Be environmentally friendly, Think green, Go for green, and Save the earth.

Banyak jugakan yang dapat kita lakukan? yap! mulai saat ini detik ini waktu ini kita lakukan Go Green! SELAMATKAN BUMI! 

 


 


   

  


sumber             : green.kompasiana.com 
sumber gambar : google.com